Syariah Islam dan Wanita

Syariah Islam telah menetapkan hak dan kewajiban wanita dan pria berbeda. Kepemimpinan yang mengandung kekuasaan dan kepemimpinan keluarga, misalnya, diserahkan kepada pria; tidak kepada wanita. Kewajiban mencari nafkah dibebankan kepada pria, tidak kepada wanita. Jihad yang diwajibkan kepada pria, tidak kepada wanita. Batas aurat dan waris juga berbeda antara pria dan wanita. Inilah yang sering menyebabkan syariah Islam dituduh mendiskriminasikan wanita.

Dalam pandangan kelompok liberal, diskriminasi terhadap wanita bisa dihilangkan dengan menetapkan hak dan kewajiban yang sama antara pria dan wanita. Mereka mensosialisasikan bahwa syariah Islam mensubordinatkan wanita.

Padahal penetapan hak dan kewajiban wanita dan pria dalam Islam, yang semata-mata untuk kemaslahatan keduanya, adalah karena syariah Islam merupakan pemecahan bagi permasalahan manusia.

Dilihat dari sisi insaniah, syariah islam menetapkan hak dan kewajiban wanita dan pria sama; misalnya sholat, shaum, haji dan zakat. Adapun dilihat dari sisi kodrati, hak kewajiban keduanya berbeda. Misalnya dalam hal kepemimpinan yang mengandung kekuasaan pemerintahan, kepemimpinan keluarga, kewajiban nafkah, jihad, batas aurat dan hukum waris. Adanya perbedaan ini tidak menyebabkan wanita lebih rendah daripada pria. Kedudukan keduanya tetap sederajat, tidak ada yang lebih mulia, kecuali karena ketakwaannya. (Lihat QS al-Hujarat : 13).

Tuduhan Miring

Tidak memperbolehkan wanita menjadi pemimpin negara.
  • Kelompok liberal menuduh syariah Islam memarginalkan wanita karena tidak memperbolehkannya menjabat sebagai pemimpin negara. Menurut mereka wanita boleh menjabat sebagai kepala negara atau jabatan yang mengandung kekuasaan yang lain dalam pemerintahan, berdasarkan kisah Ratu Balqis, penguasa negeri Saba’ (QS an-Naml : 23-44). Sang Ratu berhasil menjadi penguasa dan memiliki sifat-sifatnya baik, adil, bijaksana, penuh dedikasi, bertanggung jawab dll. Karena al-Quran memujinya, berarti tidak ada larangan perempuan sebagai pemimpin.  
  • Kisah Ratu Balqis memimpin negeri Saba’ tidak bisa dipakai sebagai dalil. Sebab, kaidah Asy-Syar’u man qablanâ syar’un lanâ (Syariah umat terdahulu adalah syariah bagi kita) tidak bisa dipakai sebagai dalil dalam penetapan hukum syariah. Sebab, syariah mereka, sebagaimana syariah nabi yang lain, sudah tidak berlaku bagi umat Muhammad saw. Misal: lemak sapi dan kambing haram bagi umat Nabi Musa as., tetapi tidak bagi umat Muhammad saw. (QS al-An’am : 145-146).
Posisi kepemimpinan yang tidak boleh dijabat wanita adalah hukkâm, jumlahnya sangat sedikit. Sebenarnya masih banyak posisi yang bisa diduduki wanita dalam urusan yang terkait pemerintahan, baik sebagai pegawai maupun kepala pada lembaga-lembaga negara yang tidak termasuk hukkâm. Sebab, posisi hukkâm memang tidak boleh dipegang wanita sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang dituturlan Abu Bakrah ra.: 
Tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada seorang wanita  (HR al-Bukhari).

Sebenarnya, hukum kepemimpinan bagi pria merupakan bentuk penghormatan Islam kepada wanita. Wanita tidak diberi beban tanggung jawab yang berat agar peran utama wanita sebagai ibu dan pengatur rumah tanggal yang notabene adalah peran yang agung dan mulia karena akan melahirkan generasi yang berkualitas tetap terpelihara. Manakala wanita dibebani peran kekuasaan yang berat dan luas maka peran utama akan terganggu dan nasib generasi akan dipertaruhkan.

Hak waris wanita setengah dari pria
Kelompok liberal menuduh syariah Islam merendahkan wanita karena memberi waris kepadanya setengah dari pria. Mereka mengatakan, "Sebenarnya perbedaan pemba-gian harta warisan satu berbanding dua (1:2), sebagaimana disyariatkan oleh Islam, seperti ditegaskan di dalam QS an-Nisa’ : 176, tidak didasarkan pada status seseorang, melainkan atas tugas dan tanggung jawabnya. Dalam hal ini pria mendapat beban jauh lebih berat daripada yang dipikulkan di atas pundak wanita.

Bagian wanita ini merupakan bagian yang sebenarnya lebih banyak dari bagian pria, karena sekalipun seperdua, tetapi penuh milik wanita, sementara wanita selamanya tidak pernah wajib nafkah. Bahkan bagi wanita yang bekerja, maka gaji sebanyak apapun milik dia sendiri dan seandainya dia memberikan sebagiannya untuk keluarga itu merupakan sedekah yang sunnah hukumnya. Di sinilah letak keadilan yang sesungguhnya bagi wanita.

Dikutip dari al-Wa'ie
 
Kaum feminis bilang susah jadi wanita, lihat saja peraturan dibawah ini:
  1. Wanita auratnya lebih susah dijaga (lebih banyak) dibanding lelaki.
  2. Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
  3. Wanita saksinya (apabila menjadi saksi) kurang berbanding lelaki.
  4. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki.
  5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
  6. Wanita wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat pada isterinya.
  7. Talak terletak di tangan suami dan bukan isteri.
  8. Wanita kurang dalam beribadat karena adanya masalah haid dan nifas yang tak Ada pada lelaki.
Itu sebabnya mereka tidak henti-hentinya berpromosi untuk "MEMERDEKAKAN WANITA".
Pernahkah Kita lihat sebaliknya (kenyataannya) ?
  1. Benda yang Mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yang teraman dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak akan dibiar terserak bukan? Itulah bandingannya dengan seorang wanita.
  2. Wanita perlu taat kepada suami, tetapi tahukah lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama daripada kepada bapaknya?
  3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi tahukah harta itu menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, sementara apabila lelaki menerima warisan, Ia perlu/wajib juga menggunakan hartanya untuk isteri dan anak-anak.
  4. Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak,tetapi tahukah bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di muka bumi ini, dan tahukah jika ia meninggal dunia karena melahirkan adalah syahid dan surga menantinya.
  5. Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggung- jawabkan terhadap! 4 wanita, yaitu: Isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya. Artinya, bagi seorang wanita tanggung jawab terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki,yaitu : suaminya, ayahnya, anak lelakinya dan saudara lelakinya.
  6. Seorang wanita boleh memasuki pintu syurga melalui pintu surga yang mana saja yang disukainya, cukup dengan 4 syarat saja, yaitu: shalat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat kepada suaminya dan menjaga kehormatannya. dan 
  7. Seorang lelaki wajib berjihad fisabilillah, sementara bagi wanita jika taat akan suaminya, serta menunaikan tanggung-jawabnya kepada ALLAH, maka ia akan turut menerima pahala setara seperti pahala orang pergi berjihad fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.
Masya ALLAH ! Demikian sayangnya ALLAH pada wanita Ingat firman Nya, bahwa mereka tidak akan berhenti melakukan segala upaya, sampai Kita ikut / tunduk kepada cara-cara / peraturan Buatan mereka. (emansipasi Ala western)

Yakinlah, bahwa sebagai dzat yang Maha Pencipta, yang menciptakan Kita, maka sudah pasti Ia yang Maha Tahu akan manusia, sehingga segala Hukumnya / peraturannya, adalah YANG TERBAIK bagi manusia dibandingkan dengan segala peraturan/hukum buatan manusia. Jagalah isterimu karena dia perhiasan, pakaian dan ladangmu, sebagaimana Rasulullah pernah mengajarkan agar Kita (kaum lelaki) Berbuat baik selalu (gently) terhadap isterimu. Adalah sabda Rasulullah bahwa ketika kita memiliki dua atau lebih anak perempuan, mampu menjaga dan mengantarkannya menjadi muslimah Yang baik, maka surga adalah jaminannya. (untuk anak laki2 berlaku kaidah yang berbeda).

Berbahagialah wahai para muslimah. Jangan risau hanya untuk apresiasi absurd dan semu di dunia ini. Tunaikan dan tegakkan kewajiban agamamu, niscaya surga menantimu.

Dikutip dari pesan teman di facebook.
Gambar di ambil dari sini

Wallahu a'lam bi ash-shawab...

0 komentar: