PILAR-PILAR PENGOKOH NAFSIYAH ISLAMIYAH 3


Doa, Dzikir dan Istighfar


a. Doa adalah ibadah, bahkan merupakan inti ibadah.

Allah SWT berfirman : 

Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari ibadah kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (TQS. Ghâfir : 60).

Rasulullah saw. bersabda :

Doa adalah inti ibadah. (at-Tirmidzi mengeluarkan hadits ini dari Nu’man bin Basyir. Ia berkata, "Hadits ini hasan shahih").

b.  Berdoa kepada Allah disertai dengan memenuhi seruan-seruan-Nya, terikat dengan syariat-Nya,dan mengikuti Rasul-Nya.

"Dan hendaklah kamu memenuhi seruan-Ku dan berimanlah kepada-Ku agar kamu mendapatkan petunjuk"  (TQS al-Baqarah : 186).

Ia berdoa kepada Allah, tapi makanan dan minumannya dari barang yang diharamkan, maka bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya. (HR. Muslim).

At-Tirmidzi telah mengeluarkan sebuah hadits, ia berkata, "Hadits ini  hasan." Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

Ada tiga orang yang doanya tidak akan di tolak, yaitu orang yang shaum hingga buka, imam yang adil, dan doa orang yang dizhalimi. Allah akan mengangkat doanya hingga ada di atas awan dan akan dibukakan baginya pintu-pintu langit. Dan Allah pun berfirman, "Demi kemuliaan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu kapan saja."

c.  Keberadaan doa sebagai suatu ibadah bukan berarti bahwa kita boleh meninggalkan hukm kausalitas.

Sebagai contoh, Rasulullah saw. telah menyiapkan pasukan untuk perang Badar. Beliau mengatur pasukan masing-masing di tempatnya. Beliau juga telah menyiapkan mereka dengan persiapan yang baik. Kemudian setelah itu beliau masuk ke bangsalnya seraya meminta pertolongan kepada Allah. Beliau pada saat itu banyak sekali berdoa, hingga Abû Bakar berkata, "Wahai Rasulullah!, sebagian dari doamu ini telah cukup."

Rasulullah saw. ketika diperintahkan untuk hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau telah melakukan sebab-sebab yang mungkin dilakukan, yang bisa mengantarkan pada keselamatan. Pada saat yang sama, beliau juga berdoa kepada Allah untuk kekalahan kafir Quraisy, agar Allah memalingkan mereka dari beliau dan menyelamatkannya dari makar mereka, serta menyampaikannya ke Madinah dengan selamat.

Pada saat itu Rasulullah saw. memilih untuk menghadap ke arah selatan dari pada ke arah utara menuju Madinah. Kemudian beliau bersembunyi di gua Tsur bersama Abû Bakar ra. Di gua Tsur itu beliau senantisa menerima berita dari Abdurrahman bin Abû Bakar tentang kaum Quraisy, rencana-rencana mereka, dan apa-apa yang mereka pikirkan untuk mencelakai beliau saw. Kemudian ketika Abdurrahma bin Abû Bakar kembali ke Makkah, ia diperintahkan untuk berjalan sambil menuntun kambing di belakangnya. Tujuannya agar bekas kaki kambing tersebut menghapus bekas kaki Abdurrahman bin Abû Bakar, untuk mengecoh kafir Quraisy. Rasulullah saw. tinggal di gua Tsur selama tiga hari sampai upaya pencarian beliau tidak dilakukan lagi dengan gencar. Setelah itu beliau meneruskan perjalanan ke Madinah. Rasul saw. melakukan semua itu, meskipun yakin bahwa beliau akan sampai ke Madinah dengan selamat. Hal ini bisa dibuktikan dari jawaban beliau kepada Abû Bakar yang merasa khawatir ditangkap oleh kafir Quraisy ketika mereka ada persis di depan gua Tsur. Abû Bakar berkata, "Jika salah seorang dari mereka melihat tempat berpijak kedua kakinya niscaya ia akan melihat kita." Maka Rasulullah saw. berkata kepada Abû Bakar:

Jangan kau kira kita hanya berdua. Allah adalah yang ketiga.

Allah berfirman :

Maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita."  (TQS. at-Taubah : 40).

Ketika Rasulullah saw. dan Abû Bakar hampir disusul oleh Surokoh dalam perjalanan hijrahnya; Surokoh ingin menangkap Rasulullah saw. karena tergiur oleh bayaran yang disediakan oleh kaum Quraisy. Beliau berkata kepada Surokoh agar pulang dan baginya gelang kisra.

Jadi, Rasulullah saw. beraktivitas dengan menggunakan kaidah kausalitas agar kita mengikutinya. Pada saat beliau berdoa, bermunajat kepada Allah agar diselamatkan dari kejaran kafir Quraisy dan agar Al lah menolak makar mereka dengan membinasakan mereka; Rasul saw. pun keluar dari rumahnya di waktu malam dan mendapati kaum Quraisy sedang mengepung rumahnya. Beliau kemudian menebarkan tanah pasir ke wajah-wajah mereka.

Beliau sangat yakin dan tentram hatinya bahwa Allah akan mengabulkan doanya dan akan memalingkan kaum Quraisy darinya. Begitulah Rasul saw. telah sempurna beramal dengan menjalani kaidah kausalitas, hingga akhirnya orang-orang yang mengepung rumahnya tertidur dan Rasulullah saw. pun bisa keluar
dari rumahnya dengan selamat.

Jadi, berdoa tidak berarti meninggalkan usaha dengan menjalani kaidah kausalitas, melainkan doa itu harus senantisa menyertai setiap usaha dengan tetap menjalani kaidah kausalitas.

Maka siapa saja yang menginginkan tegaknya kembali Khilafah dalam waktu dekat ini, ia tidak boleh merasa cukup dengan hanya berdoa untuk mewujudkan keinginannya itu. Melainkan ia harus beramal bersama orang-orang yang tengah beraktivitas untuk mewujudkannya. Dia juga harus berdoa kepada Allah, memohon pertolongan untuk mewujudkan Khilafah dan mempercepat terwujudnya. Ia pun harus terus-menerus berdoa dengan ikhlas, dengan tetap berpegang pada kaidah kausalitas.

Begitulah yang harus kita lakukan dalam setiap aktivitas. Kita mengikhlaskan amal karena Allah, membenarkan Rasulullah saw., dan berdoa dengan kontinyu. Allah pasti akan mendengar dan mengabulkan doa kita.

d. Allah pasti akan mengabulkan setiap doa orang yang berdoa kepada dan akan mengabulkan orang yang terdesak dengan kebutuhannya ketika ia berdoa kepada-Nya.

Allah SWT berfirman :

Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. (TQS. Ghâfir  : 60).

Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.  (TQS. al-Anfâl :33).

Terkabulnya doa tidak mesti terwujud di dunia. Doa itu kadang bisa kabulkan di dunia atau Allah akan menyimpannya di akhirat kelak. Dan di akhirat itu akan terdapat pahala yang sangat besar dan banyak. Atau Allah akan memalingkan keburukan darinya sesuai kadar doanya. Jadi kita harus terus berdoa kepada Allah.

Sebagaimana digambarkan di dalam sebuah hadits sebagai berikut :

Seorang hamba yang berdoa akan terus menerus dikabulkan doanya selama ia tidak berdoa dengan dosa dan memutuskan silaturahim, dan selama ia tidak tergesa-gesa ingin cepat dikabulkan. Dikatakan kepada Nabi saw., "Wahai Rasulullah, apa  yang dimaksud dengan tergesa-gesa ingin cepat-cepat dikabulkan?" Rasulullah saw. bersabda, "Yaitu ketika ia berkata, ‘aku telah berdoa, aku telah berdoa, tapi aku tidak melihat doaku dikabulkan.’ Kemudian ia mengeluh karenanya, dan akhirnya meninggalkan doanya." (HR. Muslim).


Wallahua'lam bswb..
Sumber gambar klik di sini 
Sumber tulisan : Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah

0 komentar: