PILAR-PILAR PENGOKOH NAFSIYAH ISLAMIYAH 2

1.  Cinta dan Benci Karena Allah
 
Cinta karena Allah adalah mencintai hamba Allah karena keimanannya kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Benci karena Allah adalah membenci hamba Allah disebabkan kekufuran dan perbuatan maksiatnya. Mencintai apa-apa yang Allah cintai dan membenci apa-apa yang Allah benci.

Hadits dari Anas bin Mâlik yang dikeluarkan oleh al-Bukhari, Rasulullah saw. bersabda :

Siapa pun tidak akan merasakan manisnya iman, hingga ia mencintai seseorang tidak karena yang lain kecuali karena Allah semata.

Hadits dari Abdullah bin Mas’ud riwayat al-Hâkim dalam al-Mustadrak, beliau berkomentar, "Hadits ini shahih  isnâd-nya meski tidak dikeluarkan oleh al-Bukhâri  dan Muslim." Ibnu Mas’ud berkata; Rasulullah saw. pernah bersabda kepadaku:

Wahai Abdullah bin Mas’ud! Ibnu Mas’ud berkata, "Ada apa Ya Rasulullah (ia mengatakannya tiga kali)." Rasulullah bertanya, "Apakah engkau tahu, tali keimanan manakah yang paling kuat?" Aku berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Rasulullah bersabda, "Tali keimanan yang paling kuat adalah loyalitas kepada Allah, dengan mencintai dan membenci (segala sesuatu) hanya karena-Nya." (al-Hadits).

Dengan demikian, cinta karena Allah dan benci karena Allah termasuk sifat seorang muslim yang paling besar, yang mereka itu mengharap keridhaan Allah, Rahmat-Nya, pertolongan, dan surga-Nya.

2.  Takut Kepada Allah Dalam Kondisi Tersembunyi dan Terang-Terangan

Takut kepada Allah adalah suatu kewajiban. Allah SWT berfirman :

Dan hanya kepada-Ku lah kamu harus bertakwa. (TQS. al-Baqarah : 41).

Dan hanya kepada-Ku lah kamu harus takut (tunduk). (TQS. Al-Baqarah : 40)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, " (TQS. al-Anfal : 2)

3.  Menangis Karena Takut dan Ingat Kepada Allah

Menangis karena takut kepada Allah adalah sunnah. Allah SWT berfirman :

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (TQS. Maryam : 58).

Rasulullah saw. bersabda :

Ada tujuh golongan yang Allah akan menaunginya pada saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.." Orang yang mengingat Allah ketika sendirian sehingga bercucuran air matanya. (Mutafaq ‘alaih).

Dari Anas ra. bahwa Nabi saw. ia bersabda :

Barangsiapa mengingat Allah kemudian keluar air matanya karena takut kepada Allah hingga bercucuran jatuh ke tanah, maka dia tidak akan disiksa di hari kiamat kelak. (HR. al-Hâkim dalam kitab Shahih-nya, disetujui oleh adz-Dzahabi).

4.  Mengharap Rahmat Allah dan Tidak Putus Asa dari Rahmat-Nya

Ar-roja berarti berbaik sangka kepada Allah. Di antara berbaik sangka kepada Allah adalah mengaharapkan rahmat, jalan keluar, ampunan dan pertolongan dari-Nya. Allah SWT mewajibkan roja dan berbaik sangka kepada-Nya, sebagaimana Allah SWT mewajibkan takut kepada-Nya.

Allah SWT berfirman :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang  yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. al-Baqarah : 218).

Dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami. (TQS. al-Anbiya : 90).

Allah berfirman, "Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik kepada-Ku, maka kebaikan baginya, dan bi la berprasangka buruk maka keburukan baginya."  (HR. Ahmad dengan sanad hasan dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (TQS. Yusuf : 87).

5.  Sabar Menghadapi Cobaan dan Ridha Terhadap Qahda

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya,  "Bilakah datangnya pertolongan Allah?"  Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.  (TQS. al-Baqarah : 214).

Aku akan memberitahumu satu kalimat yang datang dari bawah ‘Arasy dan dari gudangnya surga, yaitu, "Tiada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (kekuasaan) Allah".  Allah berfirman, "Sungguh hamba-Ku telah tunduk dan berserah diri kepada-Ku."  (HR. al-Hâkim. Ia berkata, "Hadits ini shahih isnadnya, dan tidak tercatat adanya kecacatan, meski tidak dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim." Ibnu Hajar berkata, "Hadits ini telah dikeluarkan oleh al-Hâkim dengan sanad yang kuat").

Marah terhadap qadha Allah hukumnya adalah haram. Rasulullah saw. bersabda : 

Sesungguhnya jika Allah akan mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberikan ujian kepada mereka. Barangsiapa yang bersabar, maka kesabaran itu bermanfaat baginya. Dan barangsiapa marah (tidak sabar) maka kemarahan itu akan kembali kepadanya. (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi. Ibnu Muflih berkata, "Isnad hadits ini baik").

Ridha dan marah termasuk perbuatan manusia. Karena itu manusia akan diberi pahala atas perbuatannya dan akan disiksa atas kemarahannya. Sedangkan qadha sendiri tidak termasuk perbuatan manusia, sehingga manusia tidak akan diminta pertanggungjawaban atas terjadinya qadha, sebab bukan termasuk perbuatannya. Tetapi ia tetap akan ditanya tentang  ridha dan marahnya terhadap qadha, karena hal itu termasuk perbuatannya.

Allah SWT berfirman :

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. (TQS. an-Najm : 39).

Qadha dari Allah ini akan menjadi penebus atas dosa-dosa seseorang, dan sebagai sarana dihapuskannya kesalahan. 

Rasulullah saw. bersabda :                                                                                                 
Setiap musibah yang menimpa seorang mukmin, berupa sakit yang berterusan, sakit yang biasa, kebingungan, kesedihan, kegundahan hingga duri yang menusuknya, maka pasti musibah itu akan menjadi penghapus bagi kesalahan-kesalahannya.  (Mutafaq ‘alaih).

Sabar yang sebenarnya adalah ketika kita mengatakan yang hak dan melaksanakannya. Siap menanggung resiko penderitaan di jalan Allah karena mengatakan dan mengamalkan kebenaran, tanpa berpaling, bersikap lemah, atau lunak sedikit pun.

Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar , maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (TQS. Yusuf : 90).

Sabar terhadap cobaan dan qadha adalah sesuatu yang akan menuntun menuju sikap konsisten, bukan sikap yang labil. Sabar yang akan mendorong untuk senantiasa berpegang teguh pada Kitab Allah, bukan melemparkannya dengan dalih beratnya cobaan. Sabar seperti ini adalah sabar yang akan semakin menambah kedekatan seorang hamba kepada Rabbnya, bukan semakin jauh.


Wallahu'alam bswb..
Sumber gambar klik di sini

1 komentar:

Abu Azzam al Fatih mengatakan...

Maasyaa Allah..Allahu Akbar.. Tulisan yg sangat mencerahkan, smg umat Islam senantiasa disatukan dlm cinta kpd Allah, cinta kpd SyariatNya dan berjuang menegakkannya