PILAR-PILAR PENGOKOH NAFSIYAH ISLAMIYAH 4

Tawakal dan Ikhlas

Ada beberapa perkara yang berkaitan dengan tawakal kepada Allah :
  1. Tawakal berkaitan dengan masalah aqidah. Yaitu meyakini Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Orang yang mengingkari perkara ini berarti ia kafir. 
  2. Setiap hamba wajib bertawakal kepada Allah dalam setiap urusannya. Tawakal termasuk aktifitas hati, sehingga segala ucapan tidak menjamin tawakalnya seseorang. 
  3. Apabila seseorang mengingkari dalil-dalil wajibnya tawakal yang pasti (qoth’i), maka ia telah menjadi kafir. 
  4. Tawakal kepada Allah tidak identik dengan mengambil hokum kausalitas ketika beramal (al-akhdzu bil asbab). Keduanya adalah masalah berbeda. Mencampur-adukkan antara keduanya akan menjadikan tawakal hanya sekadar formalitas yang tidak ada dampaknya dalam kehidupan. 

Dali-dalil tentang keikhlasan antara lain :

Firman Allah SWT :

(Yaitu) orang-orang (yang menta’ati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka". maka perkataan  itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."  (TQS. Ali ‘Imrân : 173).

Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati.... (TQS. al-Furqân : 58).

"Dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal". (TQS. at-Taubah : 51).

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. (TQS. Ali ‘Imrân : 159).

Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) -nya. (TQS. at-Thalâq : 3)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menunjukkan tentang wajibnya tawakal kepada Allah SWT.

Adapun ikhlas dalam ketaatan adalah meninggalkan sikap riya. Ikhlas termasuk amal hati yang tidak bisa diketahui kecuali oleh seorang hamba dengan Tuhannya. Apabila ia melakukan ketaatan karena tujuan duniawi tertentu maka ia adalah seorang yang riya, sebaliknya apabila melakukan ketaatan tersebut hanya karena Allah maka ia telah menjadi seorang yang ikhlas.  Jika seseorang telah sampai pada martabat, di mana ia lebih suka menyembunyikan segala kebaikannya, maka hal itu menandakan bahwa dirinya telah ikhlas.

Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (al-Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (TQS. az-Zumar : 2).

Katakanlah, "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". (TQS. az-Zumar : 14).

Hadits dari Anas riwayat Ibnu Majah dan al-Hâkim, ia berkata hadits ini shahih memenuhi syarat al-Bukhâri Muslim, Rasulullah saw. bersabda:

Barangsiapa yang meninggalkan dunia ini (wafat) dengan membawa keikhlasan karena Allah Swt. saja, ia tidak menyekutukan Allah sedikit pun, ia melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat, maka ia telah meninggalkan dunia ini dengan membawa ridha Allah.

Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan dilakukan karena mengharap ridha Allah semata. (al-Mundziri berkata, "isnadnya shahih").

Wallahua'lam...
Sumber tulisan : Pilar-pilar Pengokoh Nafsiayh Islamiyah

0 komentar: